Rabu, 17 Desember 2014

DI POTRET SAJAKKU

di potret sajakku
kutemukan muka-muka menua
;merekalah waktu-waktu penantianku

di kamar sajakku 
ada engkau yang terjaga
; menembus rabunku.

di sungai sajakku
ada muara yang tenang 
;melautkan doa-doa 
ada riak yang pasang
menghanyutkan sejuta kita. 

LELAKI YANG MENIUP HUJAN

sesungguhnya, ini bukan tentang ''hujan yang menyala di matamu'' sayang, bukan itu
ini juga bukan tentang ''hujan yang jatuh tiba-tiba''
dan kita berlari berteduh di rongga ternyaman dari hati masing-masing
ini juga bukan tentang sajak yang ''setelah hujan reda'' ada pelangi  melengkung indah antara hati hati kita
sekali lagi ini bukan tentang itu
semuanya telah engkau larutkan dalam sungai kenangan, bukan?
ini tentang hujan Desember yang begitu faham cara mengalirkan hangat masa kecil ke dalam gigil tubuhku
juga tentang malam yang membawa kado sepi
dan 20 batang hujan pengganti 20 nyala lilin yang mesti kutiup malam ini
sembari mengenang tahun-tahun yang disesap mulut-mulut sunyi

sayang
hendak aku khabarkan keadaan seperti apa yang begitu dalam melumat rongga dadaku
;( pada perahu usia,kulihat masa kanak-kanak melebur dalam kaabut-kabut purba
gelombang-gelombang harapan silih berganti menerjang kesepiannya
aku seperti terjerat jangkar takdir yang asing
sa'at mimpi melambungkan do'a-do'a ke sisi langit purnama
matahari mengisahkan indahnya rahasia-rahasia cahaya lusa
diam-diam ranting usia yang tidur dalam jasadku serasa berderak tiba-tiba)

sungguh, ini bukan tentang hujan yang menyala di mataku sayang
dan kau datang membawa sapu tangan untuk menepis abu gerimis dari wajahku
sekali lagi bukan itu
ini tentang hujan Desember yang mengisi lembar-lembar kosong diaryku
menjadi sajak-sajak muram yang mesti kutulis
mengapa kau tidak datang untuk sekedar melipat dan membuangnya
kemudian mengajariku merangkai kalimat ''selamat datang'' untuk hari yang berbahagia ini
menemaniku meniup 20 nyala hujan
memadamkan cahaya masa lalu yang nyala di mata dan sukmaku





16-12-1993