Jumat, 27 November 2015

SEBUAH SAJAK UNTUK DESA GEMA

MEMBACA GEMA


Di setiap ukhwah yang kita tanam di jantung pertemuan
Ada kenangan yang tumbuh
Ada cinta yang bersemi
Ada kerinduan yang jatuh
Ketika angin melemparkanku kembali ke peraduan

Di setiap cerita yang tak habis disapu angan
Kubawa senyuman yang tak tertulis
Ada getar yang memacu debar
Ada tulus kasih yang terpancar
Kala gaung perpisahan itu menggema
Dari lembah air mata yang tiada mampu kubaca

Wahai syurga yang diselimuti kerimbunan
Kutitip hijau kisahku disini
Yang akan dibacakan cericit merdu camar
Bersiul sendu di batinmu
Gema yang ssenantiasa berdenting di telinga khatulistiwamu
Di ruang tunggu waktu
Ada hati yang senantiasa menoleh padamu

Dengan tangan-tangan do’a | kujangkau jua engkau
Kujabat lentik jemari fajarmu
Yang pernah merangkai bait-bait hari baru untukku
Ada cahaya harapan yang serasa menancapi ubun-ubun
Mencari celah kerinduan yang belum mampu kutuliskan dengan runtun

27 November 2015

Rabu, 24 Juni 2015

Sepi berlayar sepanjang Ajal

hatiku sudah terlalu subur jika untuk disiram dengan air mata
mataku terlanjur beku untuk menggugurkan lagi gerimis-gerimis kenangan
yang pernah terlampau pahit diseruput usia
demi kata yang pernah kutanam di sepanjang jalan do'a
Dialah yang kini ku sebut ''cinta sepanjang jalan usia''


meski habis usiaku di cabik layar waktu
kujahit do'aku di semilir angin
karena hanya do'a yang kekal
sepi hanya mampu berlayar sepanjang ajal
sayang,
tak lagi kujemput bayang-bayangMu pada ufuk matahari
yang biasa kubentang sepanjang senja yang gamang
sa'at angan begitu kusyuk memeluk cakrawala
biar hati nan namaMu kugulirkan sepanjang tebing sembahyang

Senin, 15 Juni 2015

KUMPULAN KATA-KATA MORIVASI, HIKMAH, DAN ROMANTIS

kematian terlebih dahulu membiarkanmu mendandani tubuh kesementaraanmu
merias wajah dosamu di hadapan cermin dunia yang retak
kematian terlebih dahulu mengizinkanmu menyusun keping-keping hari indahmu
sebelum ia merobohkannya dengan satu sentakan yang menyakitkan

                                                                                                      -firman nofeki-

 ingin kuselami putihnya doa | menghanyutkan dosa yang menghitami muara ruhku
ingin sekali saja | kutulikan hati dari gusarnya cinta | menyalangkan telinga kepada debar suara mautku
agar kudengar bisik "inilah dunia | tempat dimana dosa selalu menang jika yang engkau takar adalah keindahannya"

                       -firman nofeki-

di lekung langit doa yang lain
kita sibuk membumikan kerinduan masing-masing

                                                                          -firman nofeki-


 Tuhan yang menitiskan rasa cinta, teguklah ia hanya dari cawan-cawan kasihnya
dari hulu hati kuapungkan doa-doa
moga doa kita bersua di satu arus rasa yang sama.

                                                                             -firman nofeki-

 tetaplah disini
ajariku makna lisankan hati
ingatkan ! bahwa ku tak pernah sendiri
akan kuberikan kau makna memiliki yang belum pernah engkau rasai
kan kujadikan kau alasan kenapa ku harus tetap berdiri

                                                                                    -firman nofeki-

 
Dunia adalah cermin yang retak
dan kebenaran adalah kau yang berdiri didepannya
yang takkan pernah selesai mendandani wajah kefanaan dan tubuh kesementaraan
sesungguhnya dalam dirimulah tersembunyi hakikat kemanusiaan dan keutuhan dalam cermin ke ilahian


 Allah tidak akan bertanya tentang atribut lahirmu | percayalah
keturunan yang terhormat, wajah yang cantik, fisik yang indah semua hanya sepenggal Bab kehidupan yang pasti akan memiliki titik punah

                                               -firman nofeki-


 

Minggu, 14 Juni 2015

PUISI RELIGI

DI RIMBA RAKA'ATKU ADA RINDU YANG MERIMBUN SEBAGAI KAMU

Karya : Firman Nofeki

''Duhai Pemilik waktu
dari arusMu usiaku terlahir dan mengalir
pada muara mautMu aku berakhir dan menyerah''

Engkaulah dermaga
tempat ikrar perjalananku melunasi batas
rantau pulang kala jiwa tersesat di pintu dunia
Engkaulah samudera
tempat senjaku membenamkan usia
melarungkan maut yang membadai di pantai jiwa

Tuhan....

jagalah hati dan jiwa ini
seperti telah Engkau jaga planet-planet yang beredar pada tiap galaksi
menurut keteraturannya
biar tiada berbenturan akhiratku dengan dunia
sebelum akhir masa nyaris menyelesaikan lahat
sebelum aku dan waktu menyeduh pamit dari secangkir hayat

di perahu sepi
kuamini gelombang maghfirahMu


Di kedalaman sujudku
kuselami putihnya do'a
menghanyutkan dosa yang mnghitami muara ruhku
di rimba raka'atku, ada rindu yang merimbun sebagai Kamu

Engkau geriap hujan di kemarau tubuhku
akulah kegersangan angin yang memanjati tebing-tebing grimisMu

Tuhan...

di hujan ampunan tak henti kuburu gemuruhMu
kupaku telinga di pintuMu
moga kudengar Kau mengetuk
bertamu ke bilik sepi sunyiku

14-06-15


PUISI FIRMAN NOFEKI di KOMPAS

STANZA KEHILANGAN

 

''bukan waktu yang hendak menculikmu, sayang
hanya jarak yang tidak teramat lantas aku sadari telah merentang tali pemisah
hingga ke hari depan yang mustahil aku hampiri''

dengan apa akan kutiti jembatan musim yang raib ini?
sedang angin yang terus menggelitik angan telah memecah arah
sekali lagi dengan apa harus kulintasi pertemuan?
jalanan yang berliku terlalu mustahil aku datarkan
angin yang berubah arah telah mengaburkan jejak langkah
perahu yang oleng, ke seberang haluan mana hendak aku layarkan?

ke jenjang langit yang mana kepergian telah menghadangmu
gelombang udara sederas apa yang menerjang jejakmu
sungguh do'a-do'aku ingin sekali berjabat dengan rindumu
sebelum maut berkemas dalam diri
aku ingin mengeja pamit di matamu
sambil menggugurkan tidur terakhir di bahumu

sayang,
kau lihat, senja telah berlabuh
malam hitam telah mengaliri muara
rindu semkin kuat berkayuh
mencari puncak subuh terbitnya sebuah dermaga

dalam laut pahamku yang tabah
waktu menggelombang rindu

dimanakah ruang rehat antara kepergian dan keberangkatan
masa depan yang gamang dengan apa hendak ku pancang?
  jika hidup hanya serapuh bayang
benang kasih mana yang sanggup kita julurkan?
  hujan menghadang di persimpangan
lalu sisa jejak manakah yang masih utuh untuk kita satukan?

sepi menjala badai di mataku
menghalau rindu ke sudut-sudut rabunku
dengan mata senyala doa apalagi kusinari gelapnya pengembaraan?
biar terangnya harapan itu dapat kupeluk sekali lagi
mengimami hati mencari kerinduan yang hakiki
serupa gelap puisi mencari terangnya sendiri

25-03-15

Sabtu, 13 Juni 2015

Puisi Firman Nofeki di Ruang Imaji

Di sebuah Hari yang Lain

 

di setiap lapisan kulit hari yang gigil ulah angin namamu
hujan menajam menyayatkan rindu
namun mulut kita masih saja mengerangkan semacam do'a
meski pertemuan berdarah pada waktu

di bilik hari yang lain
kurapikan isi kepala yang kusut
kusimpan dalam lipatan-lipatan kenangan kemaren
di dinding ingatan
telah kubingkai namamu
dalam figura rindu paling haru

di luar jendela
hujan satu-satu mengikis waktu
namun di rimbun usiaku, Sayang
kenangan akanmu terus tumbuh
hatimu masih saja dahan tempat lukaku biasa berteduh

di taman hari yang lain
akulah kupu-kupu yang beterbangan menuju kebun matamu
sepasang sayap kasih warna-warniku memenuhi separuh penglihatanmu
separuh yang lain memekarkan bahagia untukmu

di langit hari yang lain
hatimu adalah gravitasi tempat aku biasa terjatuh tanpa memar
rindu adalah cahaya kegaiban yang takkan lekas jadi pudar
memadamkan separuh api kesadaranku
keremangan memajaskan bayanganmu
persis di dinding kepalaku
di bawah langit hari yang lain
kita sibuk membumikan kesunyian masing-masing

disebuah hari yang lain
aku sibuk menajamkan rindu
serupa jam-jam sunyi yang terus sibuk meraut jarumnya sendiri
ajari aku kejahatan membunuh luka paling sempurna
agar dapat kutawan cinta dalam puisi paling penjara
biar luka penantian itu terkapar ke dasar renungan dan kehakikian cinta ilahi

10-06-15

Sabtu, 21 Maret 2015

SEBUAH SUNYI YANG KUNAMAI PUISI

(aku pernah memiliki satu rindu yang utuh dalam diriku, Hawa
setengahnya telah kusimpan dalam puisi
setengahnya lagi kusimpan di ruang takdirku yang sunyi)

dengan lengking kesedihan apalagi harus ku eja kalimat perpisahan itu, Hawa
sedang dalam kata-kata
kutemu kubah-kubah kehangatan
dimana azan-azan pengharapan acapkali aku kumandangkan
menggelayuti ranting-ranting alinea yang gugur ditimpa bongkahan do'a-do'a

jika di dunia yang lebih gila dari pada fiksi ini
bertatap lewat mata terlalu mustahil kita jadikan cara untuk menyatukan rindu yang terbagi
maka aku hanya ingin meletakkan jantung pertemuan itu di sebuah sunyi yang kunamai puisi

sebab dalam kata-kata
telah mampu ku eja warna kota yang buta
kota dengan tikungan narasi perpisahan  paling tajam
menghantarku pada kenangan di ujung jalan ;
sisa pertemuan yang gagal kita tabrakkan pada dinding takdir berlapis kerinduan

duhai Hawa,
aku telah lama terjebak negeri yang tidak memiliki gigil dan hujan ini
sebab angkasa dan langit-langitnya adalah bayang-bayangmu
hari-harinya adalah kumpulan bait-bait kesepian yang tak pernah renta dimakan usia
aku terus hidup sebagai perindu yang suci
yang tidak terjamah kebahagiaannya sendiri

disebuah sunyi yang kunamai puisi ini
jarak mengundi waktu di meja ingatanku yang lumpuh
menghitung sisa-sisa hari yang akan kupertaruhkan pada Sang pemilik teguh permainan semu dunia ini
melebarkan kaki pertemuan yang masih terbelenggu di jangkar bumi

namun pada lengkingan peluit hari ke berapa pengembaraan itu musti kumulai
sedang disebuah sunyi yang kunamai puisi ini
aku masih merinduimu, dari dasar andai-andai dengan terpaan angan paling gila
aku masih mencintaimu, dari sudut terdalam ego yang entah kapan akan binasa

Firman Nofeki, payakumbuh 2015

Minggu, 01 Maret 2015

EPISODE MIMPI

dalam episode mimpi
ia menyaksikan pulau demi pulau harapan berhimpun menjadi satu
keringat perjuangan menumbuhkan sabana-sabana do'a yang kering
di bilik hari depan yang entah dimana dan kapan
angin kesuksesan serasa disemilir-hembuskan

dibelakang reruntuhan dinding-dinding hari yang rapuh
dihadangnya kerikil-kerikil tajam yang memenjara langkahnya
ditebasnya setiap kabut dan belukar yang mengintai
setitis sejuk embun jatuh di bilik jiwa yang bara
mengendap kedalam arus-arus mimpi tak bertepi
air mata menjadi bintang yang menyinari pengembaraannya
diatas kapal impian yang ia nahkodai
ia tompangkan impian-impian manis banyak orang
sebab kapal itu terlalu luas untuk dihuni mimpinya sendiri

dalam episode mimpi berikutnya
dihadangnya berlaksa hari depan yang dipenuhi teka-teki dan tanda tanya
dibukanya pintu demi pintu do'a yang pernah ia pinta
ia terdampar kedalam ruang mimpinya, tiba-tiba
disana, dunia mengapung rendah dalam genggamannya

ia : adalah gadis manis yang selalu percaya
bahwa usai menempuh teriknya perjalanan
kedalam gelas nasib jualah, harapan dan impian akan dituangkan
hingga ia seduh manisnya kesuksesan yang memabukkan

20-02-2015

Jumat, 16 Januari 2015

PUISI FIRMAN NOFEKI DI KORAN TEMPO

LELAKI YANG MENIUP HUJAN




sesungguhnya, ini bukan tentang ''hujan yang menyala di matamu'' sayang, bukan itu
ini juga bukan tentang ''hujan yang jatuh tiba-tiba''
dan kita berlari berteduh di rongga ternyaman dari hati masing-masing
ini juga bukan tentang sajak yang ''setelah hujan reda'' ada pelangi  melengkung indah antara hati hati kita
sekali lagi ini bukan tentang itu
semuanya telah engkau larutkan dalam sungai kenangan, bukan?
ini tentang hujan Desember yang begitu faham cara mengalirkan hangat masa kecil ke dalam gigil tubuhku
juga tentang malam yang membawa kado sepi
dan 20 batang hujan pengganti 20 nyala lilin yang mesti kutiup malam ini
sembari mengenang tahun-tahun yang disesap mulut-mulut sunyi

sayang
hendak aku khabarkan keadaan seperti apa yang begitu dalam melumat rongga dadaku
;( pada perahu usia,kulihat masa kanak-kanak melebur dalam kaabut-kabut purba
gelombang-gelombang harapan silih berganti menerjang kesepiannya
aku seperti terjerat jangkar takdir yang asing
sa'at mimpi melambungkan do'a-do'a ke sisi langit purnama
matahari mengisahkan indahnya rahasia-rahasia cahaya lusa
diam-diam ranting usia yang tidur dalam jasadku serasa berderak tiba-tiba)

sungguh, ini bukan tentang hujan yang menyala di mataku sayang
dan kau datang membawa sapu tangan untuk menepis abu gerimis dari wajahku
sekali lagi bukan itu
ini tentang hujan Desember yang mengisi lembar-lembar kosong diaryku
menjadi sajak-sajak muram yang mesti kutulis
mengapa kau tidak datang untuk sekedar melipat dan membuangnya
kemudian mengajariku merangkai kalimat ''selamat datang'' untuk hari yang berbahagia ini
menemaniku meniup 20 nyala hujan
memadamkan cahaya masa lalu yang nyala di mata dan sukmaku

16-12-2014

POHON SAJAK




lihatlah pohon sajak
yang berbuah semacam puisi berkulit rindu
dahannya melebar ke segala arah
tumbuh dan
berakar hingga ke ceruk jiwa


sebatang pohon sajak berpagar dinding waktu
tak rebah diterpa angin
tak runduk dilalui musim yang melapuk
berpasang-pasang burung-burung waktu berkelindan di dahannya
memeriahkan semacam musim pesta perkawinan

sebatang pohon sajak
tempat kepompong melekatkan sunyi
semedi dalam rumah penantian
memintal benang puisi menjadi sepasang sayap kupu-kupu
untuk terbang bebas mengitari rekah bibir bunga perindu

sebatang pohon sajak meranggaskan buah
disetiap musim, buah jatuh
bertunas dan tumbuh
berebut lahan di tanah jiwa yang lembab
berakar ke lapisan duka lara
yang terkubur dalam ceruk jiwa

payakumbuh, 1-04-14

IKA AKU TAK LAGI ADA




suatu hari jika aku tak lagi ada
maka ikutilah iring-iringan angin yang mengantar kepergianku, Meyhara
padanya telah kutitip alamat kepulangan sebuah perjalanan tanpa muara
juga suara lengking pilu jiwa yang mendendam diburu maut
dibelakang sudut kamar sepi, suatu hari

jika aku tak lagi ada
maka tenangkanlah isak hujan yang menangisi kepergianku
biar tak terbentang sebuah lautan diatas tanah pusara
walau beribu bahkan berjuta samudera air garam
tak akan sanggup mengasinkan pahit kepedihan
perahu umur yang berlayar jauh
pun telah tertambat jangkar maut sa'at menepi
di satu hari

sa'at aku tak lagi ada, Meyhara
layatilah mayat kepergianku dengan pakaian ziarah
yang kujahit dengan pintalan benang-benang waktu
balutkan bekas jemariku keseluruh tubuhmu
agar terus kurasai denyut namaku berdetak bersama jantungmu

jika suatu malam menghukummu dengan ingatan masa lalu kita, Meyhara
bakarlah puisi ini menjadi penerang jalan
sa'at kau mencari sebuah pintu waktu yang masih terbuka
didalamnya akan kau jumpai diriku
sebagai sebuah keabadian

02-04-14


Jumat, 09 Januari 2015

firman nofeki quotes

http://www.firmannofeki_quotes.com

KALIMAT-KALIMAT YANG TAK SEMPAT KUNAMAI PUISI

dan hujan desember pun tahu, bagaimana mengalirkan peluk hangat masa kecil ke dalam gigil tubuhmu

aku awali kalimat-kalimat yang bukan puisi ini dengan menyebut nama Sang Raja
demi ruh, hati, dan cintaku yang ada dalam genggamannya
Dia yang telah menyandingkan kesunyian dengan kata
menyandingkan malam dengan gulita
menyandingkan rembulan dengan cahaya
karena itu aku tak begitu heran bila setiap memandangmu gelap dan buta tercerai dari jiwa
sebab matamu adalah perpaduan malam, rembulan dan cahaya
sepasang matamu adalah jendela menuju jiwamu
sungguh aku begitu ingin mengintipnya
menyaksikan sakralnya malam pergantian usia

selamat menempuh usia baru, Bunga hati
teruslah merekah indah diantara mulia cinta
percayalah ! hidup hanya suatu hari
sepanjang pagi yang memananti bergulirnya percikan hangat sang fajar
hingga senja yang menanti padamnya matahari

dari lengkung langit yang tidak begitu berjarak darimu
aku menulis sedikit do'a sambil membayangkan lengkung matamu
aku melukis rembulan sambil mengingat rona merah di pipimu
yang terbakar malu-malu membaca kalimat-kalimat yang bukan puisi dariku
;)
selembar kertas lusuh untuk sekedar menyapu abu gerimis dari wajahmu
karena kado hujan yang kukirimkan mulai mengendap menyimpankan mendung

aku tahu, dalam pergantian usia
gerak jarum jam yang memainkan lagu rindu membuatmu begitu bahagia
tempat dimana suara-suara masa kecil masih tertanam
dan nyanyian sendu ibu masih serasa berkelakar mengamini sejarah kelahiranmu
engkau akan meyakini sebuah filsafah
bagaimana langit mata itu tidak pernah retak acap kali dibentur kejahilanmu
engkau akan percaya, bahwa
pada tiap nasi yang pernah ia mamah untukmu ada asupan cinta yang tak pernah sirna
sebab engkaulah karunia cinta kasih
yang ia syukurkan dalam khidmat do'a-do'a

aku berfikir engkaupun pasti sama konyolnya dengan diriku
menatap dirimu di cermin, sambil menguliti gigil masa lalu yang membutil di tubuhmu
kemudian menaburnya di halaman
membiarkan hujan sejarah membajaknya
masa menyuburkannya, membuahkan kenangan
aku membayangkan engkau berteduh di bawah rindangnya
sambil menunggu selembar namaku jatuh bersama guguran daun-daunnya
dengan sedikit lugu aku berani sombong, sayang
engkau akan menulis namamu dibalik lembarannya
:D

Maaf,
aku tak bisa datang untuk sekadar memadamkan nyala kecewa dimatamu
atau menyaksikan bilangan-bilangan baru menetas dari rahim usiamu
namun, demi kata-kata yang tak sempat kunamai puisi ini
aku akan berusaha mengayam sebuah hati putih untukmu
hati yang kelak bisa engkau tulisi apa saja
bahkan, menulis tentang aku yang malam ini sedikit membuatmu kecewa :)

29-12-2014
00:00