POS
BARZAH
Hujan
baru saja reda.Tinggal sisa gerimis kecil dan bau lembab udara yang menempel berbentuk
bulatan Kristal di kaca jendela asrama. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 Wib.
Ternyata aku sudah tertidur dua jam lebih. Samar-samar ku lihat Mila masih asyik
menulis di meja belajarnya.
‘’belum tidur
Mil’’? sapaku, disertai uapan panjang pertanda kantuk masih menjalari seluruh tubuhku.
Mila agak kaget dengan sapaan ku yang datang tiba-tiba.‘’belum Din, aku belum ngantuk’’.Tanpa
menghiraukan aku lagi dia melanjutkan kembali kegitan menulisnya. ‘’mungkin dia
sedang menyelesaikan tugasnya’’,fikirku dalam hati. Seraya kuhenyakkan kembali tubuhku
ke kasur. Perlahan aku kembali lelap dalam pangkuan malam.
*
Seminggu
semenjak kematian ayah nya Mila tampak jauh berubah.Mila yang dulu penuh canda dan
tawa kini tampak sering muram dengan wajah yang kadang memburatkan kesedihan begitu
mendalam.Bukan hanya aku yang merasakan,seluruh santri, para kiai dan guru-guru
pun merasakan hal yang sama.
‘’aku nggak
kuat din, kenapa ini terjadi begitu cepat? kenapa ayah mesti pergi disaat kami
masih membutuhkan kasih saying nya. Adik-adikku masih kecil,siapa
yang akan membiayai sekolah mereka ? belum lagi aku yang sebentar lagi akan menempuh
ujian akhir. Begitu banyak biaya yang
harus dikeluarkan.Kalau begini aku lebih baik berhenti sekolah saja din’’, ucap
mila sehari setelah kematian ayah nya.Itu begitu membuatnya putus asa dan terpukul.
‘’istighfar
mil,istighfar. Laayukallifullahu nafsan illawus’aha.Ingat mil, Allah tidak akan
membebani hamba nya diluar batas kempuan hamba nya. Allah sudah mengatur jalan hidup
manusia, kalau dia berkehendak tidak ada yang tidak mungkin’’, tegasku sambil mengusap
pundak mila.Kurasakan nafasnya naik turun,bersamaan dengan isakan dan air mata
yang tidak berhenti mengalir membasahi pipi nya.
*
Sejak
sa’at itu,aku merasa ada yang aneh dengan dirinya. Tengah
malam dia sering menulis. Entah apa yang ditulisnya. Ku hanya berfikiran kalau dia
sedang menyelesaikan pekerjaan rumah untuk esok pagi.
Pernah suatu kali, ketika asrama sudah begitu sepi,
semua santri sudah lelap tertidur. Aku bangun hendak melaksanakan shalat tahajud.
Tanpa sengaja aku melewati meja belajar mila.Selembar kertas tampak terhimpit pada siku kanan nya. Seraya
fikiran dan perasaan ku dilanda rasa
penasaran. Apa gerangan yang ditulis sahabat ku ini. Dengan hati-hati, kusingkirkan
siku yang menghimpit kertas kecil itu. Dengan jantung berdebar kubaca kata demi
katanya:
‘’kepada penghuni
barzah yang tercinta: Syamsul Huda
Assalamu’alaikum pak, bagaimana kabar
bapak disana? Mila
harap bapak sehat wal ’afiat selalu dan berada dalam naungan nikmat dan rahmat-Nya.
Pak,kenapa bapak pergi tanpa memberitahu mila terlebih dahulu? Apa bapak tidak
sayang lagi sama mila,ibu dan adik-adik? Kami merasa tak punya arah dan tujuan sejak bapak
pergi. Kalau berkenaan, izinkan mila ikut dengan bapak. Mila sudah tidak tahan dilanda
rasa hampa dan putus asa’’…..
masyaAllah…. Belum sempat kuselesaikan membaca,hatiku bergetar
hebat. ‘’begitu putus asanya engkau wahai sahabatku’’.Tak terasa air mataku mengalir.
Tetes demi tetes membasahi kertas kecil yang sedari tadi kupegangi. Kuletakkan kertas
itu lagi dibawah siku kanan mila. Usai tahajud kulanjutkan tidurku dengan air
mata masih berlinang.
‘’din,
seandainya didunia ini ada pos barzah, aku pasti setiap hari bisa surat menyurat
dengan bapak dialam sana’’, ucap mila sewaktu jam pelajaran ilmu hadist berlansung.
Aku hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan mila. Aku tau dia sekarang hanya
berhalusinasi. Sebentar kupandangi wajahnya tanpak begitu pucat. Tatapan matanya
menerawang entah kemana.
‘’mil, mukamu kok pucat? Kamu sakit ya?, tanyaku sambil
kurasakan tangannyabegitu dingin. Dia hanya membalas dengan gelengan kepala.
Hingga akhirnya dia meminta izin kepada ustadz yang mengajar siang itu dengan
alasan sakit perut.
Detik demi detik berlalu. Menit pun sudah tak terhitung
yang terlewatkan.Beberapa menit lagi jam pelajaran siang itu usai. Tapi mila belum
jua kembali. Hatiku dilanda gelisah tak menentu.Ada apa dengan dirinya. ‘’apa perutnya
benar-benar sakit dan sekarang sedang di UKS? ,ujar batinku.
Rasa gelisah berkecamuk bersamaan dengan suara ribut
diluar kelas. Suara itu sepertinya berasal dari WC santri perempuan.
‘’tolong..ada yang bunuh diri disini‘‘
kudengar suara teriakan. Hatiku tersentak kaget. Segala
kecemasan serasa memenuhi seluruh persendian tubuhku
’mila’’, tiba-tiba nama itu terngiang difikiranku. Aku
pun takut untuk memastikannya. Tanpa menunda waktu lagi kuberlari menuju sumber
suara. Seketika, ‘’innalillahiwainnailaihi raaji’uun’’.. jantungku seakan berhenti
berdetak. Kusaksikan mila terkulai lemah dalam pangkuan seorang santriwati. Bibirnya
membiru. Pergelangan tangannya tanpak sobek. Cairan merah segar tak berhenti mengalir.
Air mataku tumpah, kepalaku pusing, ribuan belati tajam menancap ulu hatiku.
Mila pun dibawa ke RSUD setempat. Namun sayang, dia kehabisan
darah dan tak bisa lagi diselamatkan.
Ternyata pos barzah telah membawa mila menembus dimensi
waktu. Pos barzah telah mengabulkan doa sahabatku. Meski dengan jalan seperti ini.
Aku hanya berharap semoga Allah menerimamu dengan tenang disisi-Nya .
padang ekspres, 10 07 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar